Jumat, 04 Juni 2010

Anekdot Sufi 04 (Dokter "Celup")

DOKTER "CELUP"

Dokter Nadzim kini makin populer disebut dengan predikat barunya: dokter “terkun” alias dokter dukun. Pasalnya, ia selalu memberi resep pada semua pasien yang datang berobat kepadanya. Bukan resep catatan daftar obat tentu, tapi cuma sebuah kertas yang ditulisi kata “Basmalah”.

Ketika praktik di Situbondo, Jawa Timur, dokter Nadzim sangat terkejut karena semakin banyak dikunjungi pasiennya. Konon, resep dokter Nadzim selalu cespleng.

Suatu hari, ia dikejutkan oleh kedatangan seorang pasien yang membawa resepnya. Tapi resep itu kelihatan sudah kumal dan bahkan semua tulisannya kabur tercelup air.

“Pak Dokter, saya minta obatnya lagi. Ini kertasnya sudah hampir habis,” pintanya.
Dokter Nadzim tak habis pikir, apa maksud si pasien yang datang dengan sobekan resep yang lusuh itu.
“Lho, kok cepat sekali habisnya?”
“Iya Dok. Sehari saya celup tiga kali, lalu saya minum.”
Dokter Nadzim semakin bertambah bingung.
“Yang dicelup apanya?”
“Ini Dok,” kata si pasien sambil menunjukkan kertas “resep” yang sudah kumal tadi.
Dokter Nadzim baru paham kalau resepnya ternyata disalah pahami oleh si pasien.

“Kata dokter tadi diminum tiga kali sehari, ya saya laksanakan hingga penyakit saya pun kini sembuh.”

“Begini, Bu. Ini saya buatkan resep lagi ya! Nanti datang ke apotik, ditukar dengan obat dan setelah itu obatnya diminum. Bukan dicelup lalu diminum,” jelas dokter sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Pasien itu kemudian menuruti nasehat dokternya. Ia kemudian pergi ke apotik untuk menukarkan resep obatnya.

“Lho, kok, mahal Pak!,” kata si pasien kepada petugas apotik. “Kalau begitu saya tidak jadi beli. Lebih murah resepnya dari pada obatnya. Padahal resepnya lebih manjur kalau dicelup,” kata si pasien sambil melengos pergi.
Gara-gara pengalaman si pasien itu, dokter Nadzim pun jadi laris. Banyak pasiennya yang hanya mencelup resepnya saja di dalam segelas air, lalu diminum dan sembuh.

Tapi belakangan dikabarkan, dokter Nadzim mengundurkan diri dari praktik. Ia khawatir kalau-kalau “resepnya” itu dianggap melanggar etika kedokteran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar