Sabtu, 12 Juni 2010

Anekdot Sufi 08 (NAFSU SUFI)

NAFSU SUFI

Rupanya di Jakarta ini banyak orang sedang bergelora memburu dunia Sufi, setelah dunia formal keagamaan mengalami jalan buntu membebaskan belenggu hawa nafsu mereka. Toh, di tengah-tengah kegersangan Jakarta, orang banyak yang mencari jalan Sufi, saking semangatnya lupa daratan.

Kenapa? Karena mereka sulit membedakan mana yang merupakan semangat nafsu dan mana yang semangat dan dorongan ruh suci. Contohnya? Dibawah ini:
“Untuk apa saya mengikuti Thariqat sufi, saya sudah sampai kepada Tuhan, kok bertariqat segala…. Kalau berthariqat kan perlu Mursyid. Mursyid saya langsung Allah Ta’ala saja. Biar cepat dan langsung….”
“Wah hebat benar anda langsung online dengan Allah?”
“Iya dong, saya kan sudah ma’rifat. Anda belum. Masuklah... ikut dengan saya, kita bisa ma’rifat bareng-bareng…”
“Apakah anda sudah kenal Allah?”
“Hmmmm…pokoknya saya merasa sudah sampai kepada Allah…”
“Yang sudah sampai itu pikiran anda, akal anda, hati anda, atau sekadar kerinduan anda untuk bisa sampai?”
“Ya, saya nggak mau belit-belit seperti anda. Saya mau langsung saja, dan biar Allah yang mengajar saya…”
“Bagaimana mungkin anda bisa membedakan itu Allah dan itu Iblis?”
“Lhah. Nggak tahu ya? Masak Iblis juga bisa mengaku-aku sebagai Allah?”
“Bisa donk. Wong Iblis itu memiliki kekuasaan tipudaya yang luar biasa, termasuk mengaku sebagai allah…”
“Lalu apa yang mendorong saya untuk sampai kepada Allah selama ini? Masak Iblis?”
“Bukan Iblis yang mendorong. Tapi ketika Iblis tahu anda terdorong ke sana, ia pasti membonceng anda…”
“Bagaimana donk…kalau begitu?”
“Begini saja. Syekh Abdul Qadir Jilany yang dahsyat di Mata Allah saja bermursyid, masak anda bisa terbang ke Arasy sana tanpa Mursyid. Kalau Imam Ghazali saja bermursyid, Junaid al-Bahgdady saja bermursyid, para Khulafaur-Rasyidin saja bermursyid, alangkah sombongnya intelektual anda untuk tidak bermursyid?”
“Kenapa anda mengatakan saya sombong?”
“Karena anda telah terjebak oleh nafsu anda. Nafsu merasa sudah paling dekat dengan Allah seperti Iblis dulu, sampai akhirnya ia menolak bersujud pada Adam As… Itu karena ada hijab formalisme yang membungkus hati anda, sehingga anda menduga sudah dekat dengan Allah padahal dugaan itu hanyalah imajinasi produk dari pabrik kesombongan.
Nah… looo….nah…loooo…”
Orang itu terdiam antara ingin mempertahankan keyakinannya yang salah atas faham yang salah, lalu salah faham atas informasi dunia Ilahi. Wallahu A’lam.
Tipis sekali batas antara syurga dan neraka, lebih tipis dibanding rambut dibelah tujuh. Tipis sekali batas hawa nafsu dan cahaya ruhani, lebih tipis dari perasaan-perasaan dan dugaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar