Apakah hukumnya apabila kita makan makanan yang haram atau shubhat secara tidak sengaja?
Jawab:
Adalah tidak berdosa jika kita memakai sesuatu tanpa menyadari bahwa ia adalah haram, karena Allah sekali-kali tidak mau membebankan hamba-Nya atau menyiksanya bagi orang yang terDasarp atau terlupa. Sebagaimanadinyatakan oleh Rasulullah SAW: "Sesungguhnya umatku tidak akan ditulis kesalahannya hanya karena terlupa ".Namun begitu kita tetap dituntut untuk senantiasa dalam keadaan berhati-hati dalam menikmati makanan, karena makanan yang mengandung benda yang haram atau cara memperolehnya dengan cara yang haram dapat menutup pintu hati.
Untuk menarik pembeli seringkali seorang pedagang menawarkan dagangannya dengan berbagai macam iming-iming yang bisa menarik pembeli, misalnya dengan cara kredit. Biasanya ada beberapa pedagang yang menawarkan barangnya dengan memberi dua harga antara kontan dan tempo (hutang) dan ini dinamakan kredit. Misalnya ia mengatakan, "kalau membeli dengan cara kontan maka harganya Rp 500,-, tetapi kalau dengan cara tempo (hutang) maka harganya Rp 1000,-". Kadang-kadang si pembeli yang punya uang akan mengambil kontan saja karena lebih murah, tetapi ada juga pembeli yang tidak punya uang mengambil yang tempo (hutang) dengan cara mencicil.
Pertanyaan:
Apakah jual beli dengan sistem kredit tersebut termasuk jual beli yang dilarang? Kalau termasuk bagaimana jalan keluarnya?
KM. Jaliluddin Syah, Prenduan Sumenep
Jawaban:
Penjualan dengan sistem kredit seperti pertanyaan di atas tidak termasuk dilarang, apabila dalam praktek jual belinya tidak menggunakan dua akad, misalnya penjual mengatakan, "Kalau kontan harganya Rp 500, tetapi kalau tempo (hutang) maka harganya Rp 1000". Lalu pembelinya mengatakan, "Saya membelinya secara tempo saja, seharga seribu". Ini tidak termasuk dilarang, karena tidak ada unsur spekulasi. Tetapi kalau dalam praktek jual belinya diakadi dua, misalnya pembeli mengatakan, "Saya membeli barang ini, kalau kontan maka harganya Rp 500, dan kalau tempo maka Rp 1000". Praktek ini termasuk yang dilarang, karena mengandung unsur spekulasi (tidak diketahui apa yang dimaksudkan oleh pembeli).
Dalam situasi krisis air yang melanda di tempat saya ketika ini, kemungkinan bertayamum terpaksa dilaksanakan demi untuk melakukan sholat. Namun kemusykilan saya adalah dari segi debu yang bagaimanakah harus saya gunakan memandang rsekitar tempat kediaman saya yang tidak bersih?
Jawab:
Allah jadikan permukaan bumi ini bagi umat Nabi Muhammad suatu rahmat yang boleh digunakan untuk membersihkan diri dari hadas dan najis. Rasulullah SAW bersabda: Dari Jabir bin Abdullah bahwa Nabi SAW bersabda: "Aku diberi lima perkara yang tidak diberikan kepada seseorangpun sebelumku. Aku diberi kemenangan terhadap musuh sejauh perjalanan sebulan, dan dijadikan bumi ini sebagai dan alat bersuci bagiku, maka siapa saja bertemu waktu sholat hendaklah ia sholat di tempat itu..." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Menurut Sayid Sabiq; boleh tayamum dengan tanah yang suci begitupun dengan segala yang sejenis tanah seperti pasir, batu, batu bata, berdasarkan firman Allah SWT: "Hendaklah kamu bertayamum dengan sha'id yang baik". Sedang ahli-ahli bahasa telah sepakat bahwa yang dimaksudkan dengan sha'id itu ialah permukaan bumi, baik ia berupa tanah maupun lainnya.
(Dasar rujuk Bulughul Maram oleh Al Hafidz Bin Hajar Al Asqalani dan Fikih Sunnah Sayid Sabiq, bab tayamum)
Bolehkah saya jama' dan qashar sembahyang dhuhur dan ashar ( hari Jumat ) dalam perjalanan yang cukup syarat (seperti melebihi dua marhalah dan bagi tujuan yg baik ) sekiranya saya memulakan perjalanan saya itu selepas terbitnya fajar pada hari Jumat atau wajib bagi saya menunaikan sholat Jumat dahulu dan selepas itu terus jamak untuk sholat ashar ?
Jawab:
Musafir, sekalipun waktu sholat Jumat didirikan itu ia sedang berhenti maka ia tidak dituntut mengerjakan sholat tersebut. Sebagian besar ahli berpendapat bahwabagi musafir tak ada kewajipan Jumat, sebab Nabi SAW ketika dalam perjalanan tidaklah mengerjakan sholat Jumat Begitu juga halnya ketika baginda mengerjakan haji Wada' di Arafah yang jatuh pada hari Jumat baginda hanya sholat Dhuhur dan Ashar secara jamak taqdim dan tidak melakukan sholat Jumat. Dan demikianlah pula yang dilakukan khalifah setelah wafatnya Rasulullah SAW.
Andi dan Vera adalah sepasang suami istri. Pada suatu ketika mereka pergi ke Malaysia. Tak lama kemudian Vera pulang sendirian ke Indonesia dan menyatakan telah di talak oleh Andi. Kemudian Vera kawin dengan Romi. Tak seberapa lama datanglah suami pertama (Andi) dan mengaku tidak pernah men-talak Vera, ternyata Andi mati sebelum mengajukan keterangan dan belum diambil sumpahnya. Setelah itu, Vera dan Romi terjadi talak tiga.
Pertanyaan:
Bagaimanakah hukum pernikahan antara Vera dan Romi (suami kedua)?
Jawaban:
Hukumnya ditafsil:
Bila yang mengawinkan wali khas (walinya sendiri), maka sah dengan syarat tashdiq (membenarkan terjadinya talak dari suaminya).
Bila yang mengawinkan adalah wali ‘am maka masih ditafsil lagi:
1) Apabila wali ‘am mengetahui suami pertama dan ada saksi tentang talak-nya suami pertama maka sah.
2) Apabila wali ‘am tidak mengetahui suami pertama maka sah/boleh mengawinkan tanpa ada saksi talak.
3) Apabila tidak ada saksi dan yang mengawinkan adalah wali ‘am maka khilaf; menurut al-Thanbadawy sah.
Referensi:
• Tarsyikh al-Mustafidin, 314, Talkhish al-Murad hamisy Bughyat al-Mustarsyidin, 209
• Masalah ini adalah salah satu keputusan Bahtsul Masail Wustha (BMW) ke-21, hari Selasa 23 Muharram 1422 H.